Mencintai Proses Melupakan Hasil

Tuhan menciptakan kehidupan dalam sebuah proses dan menakdirkan ciptaannya terikat pada sebuah proses. Lahir, kecil, dewasa, tua dan mati, masing-masing merupakan sebuah proses yang membentuk serangkaian proses besar bernama kehidupan. Tak ada satupun yang dapat lari dari proses kehidupan yang telah ditakdirkan Tuhan untuknya. Karena hidup adalah sebuah proses maka menikmati hidup adalah menikmati setiap proses di dalamnya.


Namun sayang tak semua kita mampu menikmatinya karena kebanyakan kita tidak sabar untuk segera memetik hasil daripada bersungguh-sungguh menjalani proses yang dengan sendirinya akan mengantarkan hasil tersebut kepada kita. Lihatlah betapa kita lebih tertarik dengan kekayaan daripada berpayah-payah mencari rizki. Lebih senang dengan buah daripada menanam dan merawat pohonnya. Lebih menginginkan syurga daripada melakukan amal kebaikan. Padahal hasil hanya akan bernilai dan bermakna karena nilai dan makna yang ditambahkan padanya melalui proses yang dilalui untuk mencapainya.


Dibutuhkan kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani tiap proses dalam kehidupan hingga ia dapat dinikmati. Bahkan bagi mereka yang sabar dan ikhlas, hasil tak lagi menjadi penting. Mereka sibuk menenggelamkan diri pada kerja dan perbuatan, menikmati setiap tetes peluh dalam susah payah melakukan karya dan ikhtiar. Bagi mereka hasil berarti perhentian dari apa yang mereka nikmati. Karenanya mereka akan senantiasa menyibukkan dirinya, dari satu kerja ke kerja yang lain, dari satu proses ke proses yang lain. Berhenti berbuat berarti berhenti menikmati kehidupan.


Demikian pula dengan mereka para pencinta Tuhan. Keimanan dan kecintaan kepada Sang Khalik menjadikan mereka sabar dan ikhlas dalam melaksanakan segala perintah dan berpaling dari laranganNya. Bagi mereka perintah dan larangan bukanlah sesuatu yang memberatkan, melainkan sebuah proses yang akan mendekatkan mereka kepada Sang Kekasih. Mereka ridho dengan apa yang Tuhan inginkan atas dan dari mereka. Seorang mulia pernah berkata “aku tak peduli kemana Engkau takdirkan ku, asalkan Engkau Ridho kepadaku…”.


Wa maa khalaqtul jinna wal insa illa liya’buduun. Hakikat seorang hamba adalah beribadah. Kenikmatan menjadi hamba adalah dikala beribadah kepada sang Rabb. Bagi seorang hamba yang sabar dan ikhlas, ibadah adalah sebuah proses penghambaan sekaligus percintaan yang setiap detiknya adalah kenikmatan yang tiada tara. Karenanya Doa yang senantiasa terlantun dari mulut seorang hamba yang ‘abid adalah sebuah permintaan untuk dapat selalu beribadah dan berdekatan dengan Tuhannya bukan yang lainnya. Mereka meminta dimudahkan dalam menjalani proses bukan meminta hasil. Dengarlah untaian doa seorang sufi kepada Tuhan berikut ini,


kalau ibadahku hanya mengharapkan syurgaMu maka jauhkanlah ia dariku dan jikalau itu karena takutku akan nerakaMu maka masukkanlah aku kedalamnya…”


Sunggu tanpa pahala, dosa, syurga dan neraka sekalipun bagi seorang hamba kesempatan beribadah kepada Tuhan sudah lebih dari cukup. Allaahumma ‘aainnii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik. Tuhan, tolonglah kami untuk senantiasa dapat mengingatMu dan beribadah dengan sebaik-baiknya. Jadikanlah kami bagian dari orang-orang yang bekerja bukan yang bermalas-malas sambil memimpikan hasil.



Ujung Timur Tebet

10 Juni 2009, 23.40 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar