Berangkatlah, Nak!


Mampang - Depok, 27 November 2024

Berangkatlah, Nak. Memang tidak nyaman. Tapi begitulah hidup. Tidak pernah selalu nyaman. Tidak perlu risau. Alam sedang mengajarkanmu cara bertahan dan adaptif dalam setiap keadaan.

Berangkatlah, Nak. Tidak usah hiraukan beban di atas badan. Pastilah berat. Tapi begitulah hidup. Tidak pernah ringan. Tidak perlu mengeluh. Alam sedang mengajarkanmu kesabaran memanggul beban dan tanggung jawab.

Berangkatlah, Nak. Memang letih panjang perjalanan menuju puncak. Namun demikan pula hidup. Selalu panjang dan melelahkan. Tidak perlu khawatir. Alam sedang ajarkan kau keteguhan dan ketekunan meraih cita-cita.

Berangkatlah, Nak. Nikmati indahnya puncak. Namun tidak perlu bersedih saat harus kembali turun. Alam sedang mengajarkanmu bagaimana menghargai kenangan, belajar darinya dan bersiap bangkit kembali.

Berangkatlah, Nak. Belajarlah pada Alam, kampus besar nan megah ciptaan Tuhan. Belajarlah dengan sungguh-sungguh. Belajarlah tentang kehidupan, moga semakin bijak dan dewasa setelahnya. 

Berangkatlah, Nak. Bapak tunggu di rumah.




Benar-benar Baik

Mina, 12 Dzulhijjah 1444

Katanya, dulu haji punya pengaruh besar bagi negeri ini melalui mereka yang pulang dari melaksanakannya. Katanya, semangat persatuan memperjuangkan kemerdekaan muncul dari mereka para hujjaj. Muhammadiyah yang turut andil dalam kebangkitan bangsa lahir dari seorang haji yang mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Tak terkira pula peran KH Hasyim Asy'ari, seorang kyai haji, melalui Nahdhatul Ulama dalam proses kemerdekaan. Sebutlah lagi tokoh-tokoh bangsa yang lain: Buya Hamka, Agus Salim, Tjokroaminoto, semuanya adalah seorang haji.

Memang, begitulah haji seharusnya punya dampak positif, bukan hanya buat yang melaksanakan tapi juga buat sekitarnya. Karena haji sejatinya adalah proses transformasi. Karena haji sejatinya menginspirasi. Karena haji sejatinya membebaskan. Oleh sebab itu, mereka yang berhaji, sepulangnya dari tanah suci ruhnya akan bergelora dengan semangat untuk selalu berbuat kebaikan. Kepalanya dipenuhi pikiran untuk menciptakan karya-karya kebaikan nan penuh manfaat. Dirinya terbebas dari belenggu yang menahannya untuk berbuat kebaikan. Tidak ada yang lahir dari seorang haji selain kebaikan, dan hanya kebaikan, bagi dirinya maupun orang lain.

Begitulah haji yang benar. Dia tidak hanya ditandai oleh ditunaikannya seluruh rangkaian agenda perjalanan di tanah suci. Dia tidak juga dikukuhkan dengan sekedar menyematkan gelar haji di depan nama atau dijadikan nama panggilan. Bagi mereka yang benar-benar berhaji, sekedar melaksanakan tidaklah cukup, sekedar gelar tidaklah penting. Karena selesai melaksanakan tidak berarti apapun. Karena gelar tidak membuktikan apapun. Haji yang benar dibuktikan dari perubahan pada diri menjadi lebih baik. Dikukuhkan dengan karya-karya kebaikan. Dan diabadikan dengan manfaat besar yang dirasakan oleh sekitarnya.

Maka percumalah berhaji berkali-kali kalau tak punya bekas pada akhlaknya, pada pikiran dan perbuatan. Tetap tidur pulas ketika tetangga merasa lapar. Larut dalam panjang ibadah namun tetap berlaku jahat. Terang-terangan atau sembunyi menyuka maksiat. Doanya selalu tentang dirinya tak ingat orang lain. Maunya menang sendiri, tak ada manfaat dibagi dan dirasa. Iri, dengki, sombong masih menghias hati.

Haji, jika benar, mungkin cukup sekali saja.  Namun selepasnya menjadi indah akhlak yang mengerjakannya. Menjadi jernih pikirannya. Baik budinya kepada sesama. Peka hatinya pada lingkungan sekitarnya. Kuat ikhtiarnya mengekang hafa nafsunya untuk bermaksiat. Bermanfaat bagi sekitarnya. Rendah hati, ikhlas, dan sabar memenuhi hatinya.

Begitulah seharusnya haji. Maka berdoalah agar Allaah jadikan kita haji yang benar. Haji yang menjadikan kita diri yang lebih baik, yang senantiasa menghantarkan kebaikan, agar banyak orang dapat merasakan kebaikan.

Ya Allaah, cintailah kami karena menjadi orang-orang yang berbuat kebaikan. Jadikan kami orang-orang yang diingat manusia karena kebaikan yang kami buat.


Ini Soal Hati




Mekkah menjelang arafah, 4 dzulhijjah 1444


Haji itu soal hati walau prosesnya sangat melibatkan fisik. Tawaf, sai, wukuf, jumroh semuanya sangat fisikal. Tapi apalah makna aktivitas-aktivitas tersebut kalau dilihat kasatnya saja. Apalah ia kalau hanya sekedar jasad yang terlibat. Apalah ia kalau hanya hidup dari logika dalam otak. Tentulah hanya lelah dan penat di sekujur otot badan. Hanya riuh dan bising menggedor gendang telinga yang menyesak rongga kepala. Hanya kumpulan kata-kata dirapal bak mantra tak bermakna. Dan akhirnya semua menjadi sia-sia tanpa guna.

Sesungguhnya haji bermula dari hati, dan jauh dari sebelum kaki menginjak tanah suci. Ia bermula ketika rindu membuncah di dalam hati untuk bertemu Allaah rabbul izzati. Ketika harap mendapatkan kesempatan berupa jatah kuota memenuhi ruang kalbu. Ketika sabar membungkus ikhtiar kita memenuhi ONH. Ketika hati pasrah menyerahkan semuanya karena Nya. Bukankah haji adalah memang harusnya karena Allaah semata. Maka mulalah dengan niat lurus dan ikhlas karena Allaah. 

Ibadah haji adalah syiar Allaah. Ia dipenuhi simbolisasi atas penghambaan kepadaNya. Lambang pertemuan  seorang hamba yang rendah dengan Tuhannya yang Maha Agung. Inilah substansi yang jauh berada di belakang yang terlihat, terdengar, terucap, tercium dan teraba indera. Hanya mereka yang telah mempersiapkan hati yang dapat menelusur jauh ke dalamnya. Bukankah hanya hati yang bersih yang dapat menerima ayat-ayat Allaah. Bukankah hanya hati yang bersih yang dapat berisi nama-nama Allaah. Bagaimana mungkin hati yang kotor dan penuh penyakit bisa menerima yang suci. Mana mungkin yang Maha Suci berkenan hadir di dalam hati yang demikian. Maka tanpa hati yang bersih, lurus dan ikhlas, haji mungkin sekedar perjalanan wisata atau ziarah ke tempat bersejarah. 

Haji adalah soal hati, bermula dari hati, dan sejatinya berakhir dengan hati. Maka telisiklah bagaimana hatimu setelah puluhan putaran tawaf, ratusan rakaat sholat, ratusan langkah sai, ribuan kalimat dzikir dan doa sepanjang arafah. Adakah dia semakin bersih. Adakah ia semakin condong kepada Tuhannya. Adakah ia semakin cinta kepadaNya. Adakah ia semakin ikhlas, sabar dan tawakal. Adakah ia semakin taqwa. Atau justru sebaliknya. 

Haji dengan sepenuh hati akan memberikan dampak kepada hati. Maka, hadirkanlah hati pada setiap putaran tawaf, langkah sai, sujud dan rukuk, dzikir dan doa, atau sekedar pada pandangan ke arah kabah. Insya Allaah dengannya bergetar hati tanda DiriNya hadir mengisi relung hati. Berrtambahlah keimanan dan keyakinan. Maka dengan begitu kau telah bertemu dengan Tuhanmu. Saat itu sempurnalah haji. 

Ah, tapi rasa-rasanya hati ini masih jauh dari pantas. 

Ya Allaah, sempurnakan haji kami dengan mendapatkan hati yang bersih dan tenang, hati yang condong kepadamu, hati yang Engkau ridhoi. Masukanlah kami kedalam golongan hambamu yang diganjar syurga.



Video dari youtube (Sesungguhnya - Raihan)