Langit

 


Ujung timur tebet, 31 Oktober 2021

Ingin ku bertanya pada matahari pernahkah merasa kesal dengan bulan karena harus berbagi waktu menerangi bumi. Pernahkah ia terpikir bukan hanya menjadi raja siang tapi juga malam. Pernahkah ingin sekedar bertahta lebih lama dan enggan pergi tenggelam. Apakah ia bertanya-tanya kenapa pula harus mengalah kala senja tiba. Bukankah ia jauh lebih besar dan lebih terang dari si juwita malam. 

Ingin juga aku bertanya pada bulan. Pernahkah kesal pada gemintang karena harus berbagi langit malam. Pernahkah terpikir untuk mengusir mereka pergi. Pernahkah meminta awan menjadi pekat dan menghalangi para bintang tak terlihat. Pernahkah merasa bahwa hanya ia yang pantas menjadi penghias malam. Agar semua puisi cinta hanya menulis dirinya. 

Lalu kepada bintang-bintang yang bertebaran tak berbilang. Ingin pula aku bertanya. Apakah mereka hidup rukun antar sesama. Apakah mereka bertengkar satu sama lain, berkelahi, bersaing dan bersikutan. Berebut mencari dan menjadi perhatian. Apa sebab mereka berkerumun berkelompok dalam rasi zodiak. Apakah sedang menggalang kekuatan. Untuk saling menjatuhkan dalam arena perang bintang. 

Mungkin akhirnya aku harus bertanya pada langit. Tempat bernaung semuanya. Pernahkah ia mendengar matahari, bulan, bintang bertengkar. Apakah pernah mereka mengadu padanya panjang lebar. Apakah mereka saling membanggakan kehebatan masing-masing sambil merendahkan yang lainnya. Apakah nasihat yang ia berikan kepada ketiganya, dengan keluasan dan ketenangannya, atau dengan gemuruh dan menggelegar justru membentak menyuruh mereka diam. 

Ah, rasanya aku juga ingin menyuruh mereka semua diam. 

Diam!!!




Video: dere - berisik (diambil dari youtube) 

 

Diam itu (c) emas

 


Ujung timur tebet, 29 Oktober 2021

Ada orang yang enggan bicara namun terpaksa juga banyak bicara. Kata-katanya bernas, lugas. Menyejukkan dan menenangkan. Menyenangkan. Tidak berlebihan. Tulus terdengar di telinga hati. Pada orang semacam ini aku menaruh kagum. Atas ketinggian budi dan kerendahan hati. 

Ada orang yang senang bicara tanpa perlu dipaksa. Bicaranya banyak. Ramai orang datang padanya. Tanyalah dia soal apa saja niscaya panjang lebar dia terangkan. Mintalah pendapat tentang soalan hidup niscaya bijaksana dia nasihati. Pada orang seperti ini akupun menaruh kagum. Atas keluasan wawasan dan pengetahuan. 

Ada orang yang senang lagi pandai bicara. Bicaranya manis. Kalimat-kalimatnya bersayap. Dihiasi bunga-bunga kata. Terkagum-kagum dibuatnya. Laki maupun perempuan. Tua lagi muda. Semua senang mendengarnya. Pada orang ini aku kagum atas keluwesannya bergaul dan kepandaiannya merangkai kata. 

Ada pula orang yang senang berbicara sekedar bicara. "Bicara maka aku ada", begitu pula pikirnya. Baginya bicara adalah soal menampilkan diri. Bicara adalah etalase. Tempat diri dipamerkan. Capaian-capaian membanggakan. Pada orang ini aku pula menaruh kagum, atas kepercayaan diri yang luar biasa. 

Sedang aku memang jarang bicara. Walaupun kadang terpaksa juga. Namun bukan karena ketinggian budi pekerti atau kerendahan hati. Tapi lebih karena kedangkalan wawasan dan pengetahuan. Karena tidak pula pandai bergaul dan merangkai kata. Karena memang tidak ada yang patut dibanggakan. 

Oleh sebab itu, aku terpaksa percaya bahwa diam itu emas. 





Video dari youtube (enjoy the silence - depeche mode)