Kini di sini



Ujung timur tebet, 22 Januari 2020

Kini
Adalah awal sekaligus akhir
Awal bagi riang dan akhir dari murung
Kala sedih menemui tepi pada ambang pagi yang benderang
Saat gelap mulai tersingkap dan mentari naik merayap
Saat air mata menguap lenyap dan semburat cahaya aneka warna mulai melukis canda dan gembira
Ketika mahluk-mahluk angkasa tiba-tiba tiba mengisi kepala
Imaji, mimpi, cita
Dan hantu-hantu masa lalu buru-buru berlalu
Lara, luka, nestapa
Kini Lidah tak lagi ada gairah membincangkan kesah
Dan pena tak lagi butuh menuliskan keluh
Hari ini
Mari sudahi
Elegi rekaan sendiri
Drama satir penuh ratap mengharap simpati
Mulailah berjalan
Dalam halaman-halaman kisah petualangan
Mengasyikan
Berseling romansa cinta
Mesra
dan komedi penuh tawa
Dari sini
Kini

Nanti tua

Ujung timur tebet, 21 Januari 2020

Jika nanti tua
Dengan ilmu yang bertambah
Akankah aku semakin bijaksana
Atau semakin angkuh di mata dunia
Saat jatah hidup semakin dekat
Akankah aku semakin ingat pada akhirat
Atau semakin bungkuk dengan beban maksiat
Ketika tubuh tak lagi gagah, wajah tak tampak ramah
Masihkah ramai orang datang menyapa
Atau sepi kawan satu-satunya disaat senja
Dan ketika tak kuat lagi jemari mengenggam
Masihkah dunia kuat mencengkeram
Atau biji-biji tasbih kian terlekam
Kalau nanti tua
Lalu bagaimana?

Bapak

Ujung timur tebet, 12 Januari 2020

Bapak
Bapa
Ab
Katanya punya makna
Kuat dan keluarga
Kekuatan keluarga
Penyangga keluarga
Pemimpin keluarga
Ah, beratnya

Ayah
Tanda
Keterangan
Petunjuk
Keajaiban
Harusnya demikian
Memberi arah
Menjadi keajaiban
Bagi keluaga
Ah, susahnya

Sepertinya hanya orang nekad yang mau posisi itu. Tapi ternyata banyak yang mau.
Termasuk aku. Merasa mampu. Padahal tidak ada satu ijazahpun yang menyatakan kalau aku begitu. Puluhan tahun sekolah tak pernah belajar soal itu. Paling-paling hanya soal reproduksi. Itu yang sedikit mendekati. Tentang peran sebagai laki-laki
Tapi tidak soal menjadi bapak atau ayah.

Mereka yang tiap hari setia menunggu pelukan dan kecupan. Tak pernah memilih siapa yang menjadi ayahnya. Tapi mereka berhak menaruh harap pada sosok laki-laki yang mereka panggil bapak, abi atau ayah. Berharap memperoleh kekuatan, perlindungan, arahan, dan keajaiban. Dan laki-laki itu wajib menjadi pemenuh harapan. Dan sepanjang yang kutahu. Laki-laki itu aku.

Ah, nak. Seharusnya, aku tak perlu habiskan puluhan tahun sekolah mengejar ijazah demi mendapat kerja, melainkan menghabiskan waktu belajar menjadi bapak. Agar tak pernah kecewa kau menunggu saban sore bahkan malam mengharap sesuatu yang jauh dari kenyataan. Karena laki-laki ini akan datang membawakanmu bukan sekedar pelukan dan kecupan, tapi juga kebahagiaan.

Tapi nak, sayang tidak ada sekolah macam itu dulu. Maka kini, hanya janji yang kutawarkan. Akan upayaku menjadi bapak bagi kalian.

Walaupun tidak pantas, mudah-mudahan kalian maklum!

Menjadi rasa

Ujung timur tebet, 11 Januari 2020

Jangan terlalu dalam rasa
Karena rasa tak benar-benar ada dalam kita
Rasa hanya hasil dari olah minda
Atas apa yang dilihat mata
Didengar telinga
Dikecap lidah
Disentuh tubuh
Dipadu dengan pernah dalam kepala
Jadilah ia rasa
yang sering terbawa sampai dada
Rasa tak pernah beridiri sendiri
Tidak abadi
Hilang datang silih berganti
Kecuali untuk yang tidak menyenangkan hati,
jangan pernah hanya merasa
Tapi jadilah rasa
Jadi besar jangan hanya merasa besar
Cukup merasa kecil jangan menjadi kecil
Jadi pintar jangan hanya merasa pintar
Cukup merasa bodoh jangan menjadi bodoh
Jadi tinggi jangan merasa tinggi
Cukup merasa rendah jangan menjadi rendah
Jadi hebat jangan merasa hebat
Cukup merasa payah, jangan menjadi payah
Dengan menjadi maka abadi
Dengan merasa maka sekejap sirna
Maka,
Jadi!
Dan jadilah!