Bicara bahasa cinta

Ujung timur tebet, 27 Oktober 2019

Kenapa harus bicara bahasa berbeda
Mengeja kata yang janggal dalam rasa
Pada tiap kalimat melompat asing dalam minda
Sedang kita
Bisa bercakap akrab
Dengan bahasa yang sama
Bahasa cinta
Ataukah kita tak kenal lagi cinta
Atau mengenal cinta yang tak sama
Tapi bukankah cinta bersemayam dalam nurani
Sedang nurani adalah suci
Azazi
Hakiki
Sejati
Ah, rupanya syahwat, nafsu dan ambisi
Berkomplot membunuh nurani
Menikam dengan kejam
Berkali-kali, lagi dan lagi
Menguburnya di palung hati paling dalam
Dan akhirnya
Kita terlalu kelu mengucap cinta
Lebih fasih melafal angkara
Pantaslah kita tak pernah bisa bicara
Walau pernah bersumpah berbahasa sama

Berbeda-beda tetap beda

Ujung timur tebet, 17 Oktober 2019

Sepertinya
Sukar betul buat kau memahami aku
Kiranya memang kau tak bisa pasti
Bagaimana mungkin akan mampu
Kau tak pernah berdiri disini
Di atas kakiku,
berjalan dengannya,
Memandang dengan mataku,
Mendengar dengan telingaku.

Begitu pula aku
Kakiku terlalu besar untuk berjalan dengan sepatumu
Mata rabunku tak mampu memandang jauh sebagaimanamu
Telingaku tak berselera mendengar lagu kesukaanmu
Lalu
Bagaimana aku akan memahamimu

Katanya kita
Punya bahasa yang sama
Tumpah dari tanah dan air yang sama
Merapal mantra yang sama
Bahwa kita berbeda tapi satu jua
Tapi ternyata kita
Masih saja sulit berbicara tanpa melibat cerca
Tak rela berbagi tanah dan air dengan jumlah yang setara
Menyimpan ragu kalau aku, kamu, bisa menjadi satu

Di meja kopi
Kita bicara toleransi
Berdiskusi
Berbeda pendapat
Bersepakat saling menghormati
Tangan kanan berjabat erat
Di belakang punggung tangan kiri menggenggam belati
Kuat menggigit jari
Menahan sakit di hati
Karena kita masih punya nafsu saling mengangkangi
Maka setelah kopi
Kita akan bertarung lagi
Sembunyi-sembunyi

Sepertinya
Kita memang akan terus berkelahi

Menulis takut

Ujung timur tebet, 7 Oktober 2019

Gemetar tangan mencengkeram pena
Dalam hening yang berisik
dari gelisah yang menggelegak
Berontak,
menanti untuk meledak
Menyeruak saat ujung pena mulai bergerak
Membuat jejak dari emosi yang berserak
Di atas secarik kertas yang terkoyak

Huruf-huruf kecil berdempet berbaris berderap
Kata-kata berdegap
Mengungkap rasa yang terperangkap
Dalam jiwa yang pengap
Dalam hati yang gagap mengucap harap

Tapi kini gelap siap tersingkap
Ketika semua akan terungkap
Lengkap

Melalui bait-bait sajak pengakuan
Soal semua ketakutan-ketakutan
Atas sepi dan kesendirian,
ramai dan keterasingan,
sakit dan kematian,
hidup dan kesia-siaan,
awal dan penderitaan,
akhir dan kegagalan,

Pada matahari, bulan dan awan,
gunung, laut dan hutan,
jin, setan dan preman,
Pada dia dan kekalahan,
Pada kau dan kehilangan,
Pada semua yang tiada terkatakan

Dan saat semua telah tertumpahkan
Saat pena telah diletakkan
Aku si penakut akan
Tersenyum penuh kebanggaan

Jari Menari

Ujung timur tebet, 30 September 2019

Jarinya menari tanpa henti
Kecuali sekejap jeda pada koma
Diiring senandung riang dua tanda tanya
Gemulai marangkai kata
Cepat
Lincah Melompat di antara kalimat
Perlahan
Barhati-hati meniti tiap spasi
Tegas keras
Memburu di setiap tanda seru
Koreografi merangsang imajinasi
Menjadi samar fakta dalam ilusi
Naratif, desktiptif, fiktif
Juga mungkin manipulatif
Kadang liar lagi vulgar
Aku yang menonton menjadi pengamat
hanyut dalam nikmat
Dari babak ke babak
Episode ke episode
Panggung ke panggung
Bertepuk dan bersorak
Mulut terbuka menganga
Kagum dalam tanya
Tak disangka
Kenapa semua tiba-tiba
Jadi pandai menari