KONVERGENSI IFRS – PSAK, DIVERGENSI AKADEMISI DAN PRAKTISI, KEINDAHAN TEORI DAN KERUWETAN IMPLEMENTASI

www.kertaspenadanmesintik.blogspot.com

Sudirman, 21 September 2010, 12:46


Konsekuensi dari sebuah era bernama globalisasi adalah menjadi kurang relevannya lagi batas-batas geografis beserta apapun yang bersifat lokal yang ada di dalamnya sebagai tolok ukur perilaku manusia. Interaksi manusia yang semakin bersifat global tersebut memerlukan penyetaraan atas nilai-nilai lokal yang pasti berbeda-beda sehingga sebuah standar global yang diterima semua pihak di seluruh belahan dunia mutlak diperlukan. Oleh karena itu bagi mereka yang berinteraksi lintas batas geografis, dan ingin diterima dalam pergaulan internasional, wajib mengikuti standar global yang lebih lazim disebut standar internasional.


Semua hal-hal penting yang menyangkut hajat hidup manusia dunia kini dibuatkan standarnya. Dibentuklah lembaga-lembaga internasional berisikan orang-orang pintar dari seluruh penjuru dunia (atau penjuru dunia bagian barat saja ya?) untuk memikirkan, membuat, dan menetapkan standar-standar yang berlaku mendunia. Sebuah pekerjaan yang tentu saja sulit.


Namun penerapannya pun tak kalah sulit. Karena tentu saja menyeragamkan perbedaan yang mengakar adalah hal yang susah luar biasa. Belum lagi tantangan dari mereka yang enggan berubah dengan alasan memegang teguh apa yang lahir dari akar budayanya sehingga tentu dirasa lebih sesuai dengan kondisinya. Maka pastilah penerapan ini akan memakan biaya finansial juga sosial.


Dulu waktu kuliah di negeri kangguru sempat juga ikut-ikutan mempelajari sebuah standar internasional untuk industri perbankan dengan segala kerumitannya untuk di adopsi pada bank-bank lokal. Basel II accord, demikian standar itu disebut. Kala itu dibahas bagaimana bank-bank di negeri kangguru itu menghabiskan jutaan dollar untuk dapat mengimplementasikan standard baru yang ditetapkan sebuah lembaga yang ribuan kilometer jaraknya dari Australia. Itu baru dari sisi materi, belum lagi yang non materiil seperti penat dan letih untuk memutar otak memikirkan bagaimana baiknya menerapkan standar tersebut juga dampak dari penerapannya. Tapi demi eksistensi di pergaulan internasional, sepertinya semuanya tidak jadi masalah.


Berselang tahun dari masa kuliah itu, atas desakan kantor, saya terpaksa mengikuti sebuah training mengenai konvergensi IFRS dengan PSAK. Bagi anda yang belum tahu, IFRS adalah standar akuntansi internasional dan PSAK adalah standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Sebagai sumber informasi utama sebuah usaha, sudah barang tentu laporan keuangan memerlukan penyeragaman standar untuk memudahkan pengguna laporan tersebut yang mungkin berada di berbagai Negara berbeda. Dan sebagai Negara yang menganut politik hubungan luar negeri yang bebas aktif, maka sepantasnya Indonesia juga mulai menerapkan standar akuntansi internasional. PSAK yang dulu berbasis US GAAP harus diselaraskan dengan IFRS sebagai standar internasional. Sederhananya, akuntan Indonesia yang keamerika-amerikaan kini harus go internasional!


Saya tidak hendak melakukan analisa, kritik, atau telaah akademik maupun popular mengenai konvergensi IFRS tersebut. Karena memang saya bukan pengamat akuntansi, praktisi atau akademisi yang memahami seluk beluk permasalahan ini sehingga berkompeten untuk melakukan hal tersebut. Tapi saya cuma sekadar ingin menuliskan beberapa hal yang tertinggal di kepala saat mengikuti training yang diwajibkan oleh tempat saya mencari rizki. Siapa tahu anda-anda yang lebih ahli bisa membantu saya menjawabnya.


Hal pertama yang segera tertinggal, mungkin lebih karena keengganan saya untuk menerima perubahan, adalah betapa sulitnya mengimplementasikan standar-standar baru itu. Terbayang sudah keribetan juga keruwetan secara operasional memperoleh data transaksi, mengklasifikasikannya, menghitungnya, membukukannya plus melakukan perubahan pada sistem SAP kantor agar perubahan-perubahan ini tidak dilakukan secara manual. Saya sangat yakin keribetan dan keruwetan yang sama juga dialami oleh para akuntan di perusahaan-perusahaan lain. Ditengah bayangan menakutkan akan keruwetan yang akan menambah beban kerja, sangat sulit bagi saya membayangkan nilai tambah atau manfaat yang diperoleh dari perubahan tersebut, selain sebuah prestasi mendapatkan sertifikat “wajar tanpa pengecualian” di akhir tahun.


Hal diatas meninggalkan hal kedua di kompartemen memori otak saya yaitu apakah para pencipta standar sudah mempertimbangkan kesulitan operasional dari penerapan standar ini, termasuk kesulitan karena perbedaan karakter industri dan masing-masing perusahaan yang berbeda. Saya yakin, semestinya hal ini sudah pula dipikirkan oleh bapak dan ibu pintar pembuat standar karenanya diberikan waktu untuk melakukan penyesuaian dan transisi. Dan bukankah itulah gunanya standar, menyamakan yang berbeda. Lagipula, IFRS menganut principle-based standard bukan rule-based standard sehingga ruang penyesuaian dengan kondisi masing-masing entitas (menggantikan term perusahaan sesuai standard baru –pen) sangat terbuka lebar. Tetapi sejatinya kendala implementasi tetap harus menjadi perhatian utama sehingga standar-standar bukan hanya menjadi sebuah wacana teoritis yang indah tapi tidak layak diterapkan.


Standar baru yang berbasis prinsip dan membuka ruang lebar untuk interpretasi meninggalkan hal ketiga dalam benak saya. Peluang untuk melakukan interpretasi memungkinkan subjektivitas masuk ke dalam perlaporan keuangan. Ditambah dengan asumsi-asumsi yang wajib digunakan karena penggunaan nilai wajar dalam banyak pengukuran, laporan keuangan antar perusahaan menjadi lebih mungkin untuk berbeda. Kalau begini tujuan utama standarisasi menjadi tidak tercapai. Perbedaan laporan keuangan menjadi lebih luas dari sekedar perbedaan metode akuntansi yang digunakan menjadi perbedaan karena subjektivitas interpretasi dan asumsi-asumsi yang digunakan. Hal keempat pun tertinggal di alam pikir: keraguan atas kualitas informasi laporan keuangan yang mungkin subjektif dan asumtif.


Saya pun teringat dengan para pengguna laporan keuangan, para direktur, manajer, investor dan lainnya. Seberapa pahamkah mereka dengan perubahan-perubahan yang terjadi dan masih akan terjadi. Mengertikah mereka dengan asumsi-asumsi yang diatasnya dibangun angka-angka yang menyusun laporan keuangan. Jikalau tidak, laporan keuangan bisa memberikan informasi yang sesat lagi menyesatkan. Hal kelima yang tinggal: tingkat literasi pengguna laporan keuangan.


Lima hal di atas yang tertinggal di kepala saya mungkin tidak terlalu penting dan pasti sudah ada jawabannya. Namun, lima hal tersebut saya mendorong saya untuk memikirkan hal-hal yang mungkin tidak penting juga sebagai berikut yang mungkin bisa dianggap sebagai sebuah kesimpulan.


Konvergensi IFRS dengan PSAK adalah sebuah keniscayaan mengingat kebutuhan global akan infromasi laporan keuangan yang seragam sangat diperlukan sehingga pengambilan keputusan keuangan dapat dicapai dengan lebih baik. Tetapi bijaksananya penerapan ini harus mempertimbangkan kesulitan-kesulitan operasional sehingga standa-standar tersebut layak diterapkan. Training dan workshop yang lebih teknis untuk penyiap-penyiap laporan keuangan di masing-masing perusahaan mutlak dibutuhkan dengan mempertimbangkan perbedaan-perbedaan proses bisnis yang ada. Tingkat literasi penguna laporan keuangan setelah perubahan standar harus diperhatikan sehingga informasi yang ingin disajikan tepat sasaran. Terakhir, lembaga-lembaga penunjang dirasa diperlukan untuk menjembatani perbedaan interpretasi atau bahkan menstandarisasi asumsi-asumsi yang digunakan. Dengan begini mungkin standar-standar ini bisa menjadi lebih dari sekedar wacana para professor.


Sekali lagi, tulisan diatas bukanlah hendak melakukan analisa, kiritik, telaah akademik maupun popular, karena penulis yang bersangkutan tentu jauh dari kompeten.

Mencari Aku

Baitul Ihsan, 25 Ramadhan 1431H 02:00WIB


dalam gelap kutemui kelam

dalam terang kutemui benderang

dalam tinggi kutemui menjulang

dalam rendah kutemui dekat

dalam luas kutemui lapang

dalam sempit kutemui sahaja

dalam besar kutemui megah

dalam kecil kutemui sederhana

dalam engkau kutemui jelita

dalam aku…

kucari aku…

tak kutemui aku!