Nasihat raja laut


Ujung timur tebet, 24 Januari 2022

Andai Tuhan bisa selalu jadi alasan. Pasti hidup akan terasa ringan dan menyenangkan. Karena kita tidak akan pernah merasa sendirian, ada atau tiadanya teman dalam memikul beban. Tidak merasa kesepian dalam menempuh hiruk pikuk jalan kehidupan. Tidak pernah terbawa perasaan, saat bergelimang pujian atau saat cacian datang menghantam. Tidak larut dalam kekecewaan penuh kesedihan. Tidak pula silau dengan gemerlap keberhasilan dan kebahagiaan. 

Andai Tuhan selalu menjadi ukuran. Maka apa peduli kita dengan penilaian manusia. Apa peduli kita tentang apa yang mereka bilang. Apa peduli kita dengan ukuran dunia yang profan. Apa pentingnya menampilkan diri. Apa gunanya habis-habisan mencari perhatian. Apa gunanya meninggikan diri sambil merendahkan yang lain. Apa manfaatnya pamer prestasi atau  murung karena tak dapat apresiasi. Toh kita yakin Tuhan maha melihat dan seadil-adilnya pemberi balasan. 

Andai Tuhan selalu menjadi tujuan. Tentu kita tak akan pernah kehilangan arah. Kita tak akan pernah berhenti berjalan. Bukankah pertemuan denganNya ada di akhir kehidupan. Segalanya adalah persembahan wujud penghambaan. Maka apa arti dunia selain sekedar persinggahan menuju kehidupan yang lebih kekal kelak. 

Ah, tapi ternyata bagiku dunia jauh lebih menggiurkan untuk  dijadikan alasan, tujuan dan ukuran. Hingga usia habis untuk mengejarnya. Bersolek mencuri perhatiannya. Bertengkar dan berkelahi memperebutkannya. Kecewa karena tak sepenuhnya berhasil merengkuhnya. Sesekali membusung dada atas secuil keberuntungan yang menghampiri. 

Ah, semoga Tuhan mengampuni. 



Video dari youtube (nothing else matters - metallica) 

Sepotong tahi




Ujung timur tebet, 22 Januari 2022


Kaki-kaki takdir mengayuh pedal kuat-kuat. Memutar roda menggilir nasib naik dan turun. Cuma soal waktu semua berganti tempat. Kita hanya sepotong tahi yang terinjak menempel dibawa naik dan turun. Sebelum akhirnya tercecer tertinggal zaman.   

Jika takdir membawa kita naik sejatinya itu hanya kebetulan. Lalu apa gunanya congkak sambil terbahak mencela yang di bawah. Sebentar pasti naik berganti posisi. Toh sehebat apapun tahi tetap saja tahi. Maka jadilah sebaik-baiknya tahi dengan bersyukur dan rendah hati. 

Jika takdir menempatkan kita di bawah itu tentu juga kebetulan. Jadi tak ada gunanya mengumpat dan iri pada yang di atas. Sebentar mungkin akan turun juga. Lagipula apa ada tempat yang lebih pantas dari sepotong tahi selain terhimpit di bawah. Maka jadilah sebaik-baik tahi dengan sabar sambil menahan dengki. 

Kita hanya sepotong tahi terbawa menempel pada roda nasib dikayuh takdir naik dan turun. Hanya soal waktu kita berganti tempat. Cepat atau lambat. Tapi tahi tetap saja tahi. Tak ada yang lebih baik satu dari yang lain. 




Video diambil dari youtube (kosong - pure saturday)