Kenapa Harus Takut ?

Lembaran hari di tahun ini akan segera berakhir. Seperti biasa di penghujung tahun, kita akan mulai mengingat kembali untaian cerita pada tiap lembaran hari yang telah lewat dan kemudian mulai memikirkan cerita apa yang akan ditulis pada lembaran-lembaran baru yang segera tiba. Lebih dari itu, sebagian kita sibuk menebak-nebak cerita-cerita apa yang sudah ditakdirkan Tuhan untuk hadir mengisi lembaran hidup di tahun yang baru. Ada yang menyebutnya prediksi namun tak sedikit yang menyebutnya ramalan, tergantung dari ilmu apa yang digunakan.


Ada yang bilang otak manusia tidak dirancang Tuhan untuk dapat melakukan prediksi. Semakin keras upayanya untuk memprediksi maka semakin besar pula potensi kesalahannya. Seperti lumpur hisap yang semakin cepat menelan korban justru disaat sang korban semakin keras upayanya untuk mengangkat dirinya. Lalu, mengapa banyak kita masih menghabiskan begitu besar energi untuk memperoleh cerita masa depan? Agar kita dapat bersiap-siap dan melakukan antisipasi? atau mungkin agar dapat melarikan diri dari takdir? Mungkin saja. Tetapi, sepertinya ketidaknyamanan kita (atau mungkin ketakutan) pada ketidakpastian yang menjadi penyebab semuanya.


Sebenarnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari ketidakpastian. Bukankah ia yang membuat hidup kita menjadi lebih berwarna. Ketidaktahuan akan apa yang kelak terjadi memberikan kejutan-kejutan yang mengasyikkan dalam hidup. Life is like a box of chocolate you never know what you gonna get. Kita tidak akan pernah tahu rasa apa yang akan kita peroleh dari setiap coklat kehidupan yang kita cicipi. Tetapi yang pasti, apapun itu ia memberikan sensasi rasa yang menarik. Tidak ada yang mengesankan dari sebuah film cerita yang alurnya mudah ditebak. Hidup yang monoton akan membuat jemu pelakunya. Pun tidak lagi seru dan menarik menyaksikan pertandingan sepakbola yang pemenangnya sudah dapat dipastikan. Untuk apa kerja keras kalau hasilnya sudah diketahui. Dus, Hidup menjadi lebih hidup karena adanya ketidakpastian.


Ketidakpastian pula yang memberikan keindahan dalam hubungan kita dengan Allaah. Tidak akan khusyuk munajat panjang kita kepada sang Khalik tanpa adanya rasa harap, takut dan cemas. Dan bagaimana mungkin akan ada harap ketika tidak ada lagi misteri Ilahi. Apakah Allaah menerima ibadah kita? Apakah Allaah menerima lantunan doa permintaan kita? Bagaimana Allaah akan menjawab doa-doa kita? Apakah surga atau neraka tempat yang disiapkan Allaah untuk kita kembali kelak? Tidak ada yang pasti.. Dan karenanya setiap gerak ibadah akan menjadi penuh makna. Disana tergantung harapan juga tersematkan rayuan dan pujian agar Allaah berkenan menerima Ibadah dan mengabulkan doa-doa kita.


Ketika sholat hanya menjadi gerak fisik tanpa makna, rukuk dan sujud tidak lagi disertai perasaan hamba, serta dzikir dan doa hanya sekedar ucapan di ujung lisan tetapi bukan hati, mungkin saat itu sudah tidak ada lagi rasa harap di dalam jiwa. Maka, betapa hambarnya ibadah dan doa tanpa adanya ketidakpastian.


Kalau sudah begini, tak perlulah lagi prediksi dan ramalan masa depan. Biarkanlah ketidakpastian mengisi perjalanan hidup kita. Biarlah hidup tetap menjadi kumpulan misteri Ilahi agar kita tetap berharap dan bergantung padaNya. Agar kita tetap merasakan keindahan dan kenikmatan setiap detik bermunajat padaNya. Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.



Ujung Timur Tebet

20 Desember 2008, 01:15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar