Ketika Ilmu Berbuah Cinta

Perasaan cinta tak akan tumbuh tanpa mengenali siapa atau apa yang akan dicintai. Pun ketika harus memilih kemana memberikan cinta, kita harus benar-benar mengetahui siapa yang layak kita titipkan perasaan cinta ini. Kesalahan memberikan cinta akan berhujung pada kekecewaan. Begitu banyak orang yang harus menelan kepahitan karena cintanya tidak terbalas, dikhianati dan dicampakkan. Cinta yang benar adalah cinta yang tumbuh dari sebuah kesadaran, cinta yang tidak membutakan dan tidak pula membabi buta.


Karenanya, cinta membutuhkan ilmu. Ilmu yang akan mengantarkan para pencinta mengenali objek cintanya dan membimbingnya memilih tempat menambatkan cintanya. Pencinta sejati senantiasa menerangi cintanya dengan cahaya ilmu. Dengan tuntunan ilmu pula, ekspresi cinta dapat dilakukan secara benar. Alangkah syahdunya permainan cinta jikalau ia dilakukan dengan benar. Setiap kata rayu menjadi peneguh cinta bukan sekedar kata gombal yang menipu dan melenakan. Kisah cinta menjadi suci bukan sebuah roman picisan dan murahan.


Begitu banyak orang-orang tak berilmu tersesat dalam cintanya. Ada yang menaruh cinta pada harta dunia. Dihabiskannya seluruh waktu jua tenaga untuk mencari, merawat dan menjaga hartanya. Mereka khawatir dan resah jikalau hartanya hilang atau berkurang. Iri dan dengki jikalau orang lain memiliki lebih. Cinta telah menjadikan mereka rakus, serakah, licik dan culas. Bagi mereka cinta sama sekali tidak menenangkan dan tak pula menentramkan.


Ada pula yang memberikan cinta pada kecantikan, ketampanan atau kemolekan ragawi. Cinta seperti ini tidak akan abadi karena raga tidaklah abadi. Cinta ini adalah rendah sebab didasari pada syahwat. Padahal posisi syahwat paling tinggi adalah di perut. Kecantikan, ketampanan, komelekan dan atribut ragawi lainnya akan pudar, maka hilanglah syahwat padanya. Saat itu lenyap pulalah cinta.


Sedangkan mereka yang berilmu memilih Tuhan sebagai muara cintanya. Karena Dia abadi maka cinta kepadaNya kekal. Karena Dia tidak khianat maka cinta kepadaNya adalah tenang. Karena Dia tinggi dan mulia maka cinta kepadaNya agung dan suci.


Dalam terminologi sufi, mereka telah sampai pada derajat mahabbah (cinta). Untuk sampai pada derajat ini terlebih dahulu mereka lampaui derajat makrifah (tahu). Sungguh tidak mungkin mencapai makrifah tanpa adanya ilmu.


Orang-orang yang sudah mencapai mahabbah, mereka mencintai hartanya adalah karena keinginannya untuk dapat berinfaq di jalan Tuhannya. Mereka mencintai pasangannya adalah karena keinginan untuk menjaganya dari api neraka dan agar kelak bersama-sama menjadi penghuni surga. Mereka mencintai anak-anaknya adalah karena keinginan untuk menjadikan mereka shalih dan mushlih yang kelak menjadi penyeru kebenaran. Dan kalaupun mereka mencintai dunia adalah karena ia adalah ladang luas untuk menanam kebaikan sebagai bekal di akhirat. Ad-dunya mazra'atul aakhirah.


Pantaslah mengapa Tuhan mengangkat tinggi derajat orang-orang yang berilmu. Karena mereka yang berilmu berhasil menemukan cinta yang sejati. Cinta yang memuliakan dirinya dan bukan menghinakan.


Maka bagi mereka yang mendamba cinta sejati hendaklah senantiasa menenggelamkan dirinya dalam lautan ilmu. Bukankah agama ini menuntut kita untuk senantiasa belajar dan berpikir. Iqro bismiRabbika ladzii kholaq. Bacalah dengan nama Tuhan yang Mencipta. Kemudian raihlah cinta!



Ujung Timur Tebet

17 Februari 2009, 23:14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar