Garuda dan kucing tetangga

Ujung timur tebet, 6 September 2019

Pagi benar ia sudah terjaga
Bergegas mencuci muka
Sekenanya
Kemudian berangkat kerja
Tidak ingin ia datang terlambat
Bisa-bisa gajinya kena sunat
Hidupnya sudah melarat
Tak mau jadi sekarat
Istrinya pasti akan kecewa
Kalau kurang uang yang diterima
Bagaimana bayar cicilan
Bisa tambah beban pikiran
Demi kesejahteraan
Ia menyeberang lautan
Tinggalkan tanah kelahiran

Hampir saja ia terlambat
Tetapi tetap saja kena damprat
Maki-maki si mandor keparat
Makanannya setiap saat
Hatinya dipaksanya untuk kuat
Walaupun ingin juga mulut menghujat
Tapi apalah kuasa dia
Ia hanya pekerja di tanah orang
Sudah sepatutnya menjadi hina
Bukan dia yang memiliki uang
Masih patutkah punya rasa bangga
Masihkah layak dagu mendongak
Pikirnya
Dadanya sesak

Sambil menumpuk bata
Dia teringat cerita kakeknya
Tentang kemahsyuran negerinya
Pada zaman dulu kala
Tentang kekuasaan raja-rajanya
Yang melintas sampai tanah dibawah kakinya
Tentang orang-orang cendikia alim ulama
Kepada mereka ramai manusia datang mencari ilmu
Termasuk nenek moyang si mandor dan tuannya itu
Tentang kekayaan alam melimpah
Diburu ribuan kapal dagang dari cina sampai eropa
Yang tak dipunya negeri tempat ia kini mencari nafkah
Semua tampak seperti khayal belaka
Kalaulah bukan kakek yang bercerita
Tentulah ia tak akan percaya

Rasanya tak pantas ia merasa hina
Ingin rasanya berdiri tegak
Dan berteriak
Tentang cerita kakek
Soal negeri besar tempat dia berasal
Tapi pasti si mandor akan terpingkal
Menganggapnya hanya berkhayal
Karena tak pernah masuk di akal
Penumpuk bata?
Dari negeri kaya?
Pastilah dusta
Jadilah ia menyerah pasrah
Tertunduk rendah

Seumur hidup sudah ia jadi pecundang
Ingin sekali menjadi pemenang
Menjadi raja
Walau sehari saja
Melangkah gagah
Dengan senyum menghias wajah
Membungkam mulut kotor si mandor tua
Dengan kepal tangan juara
Membalas semua maki yang pernah diterima
Dengan liputan dalam berita
Bukan khayal tapi fakta
Tentang perkasanya sang garuda
Dalam benteng penuh gelora
Mencengkeram kucing tetangga
Membawanya ke angkasa
Menghempaskannya seketika
Mengusirnya dengan malu tak terkira
Garuda
Satu-satunya kebanggaan dirinya
Peninggalan masa lalu yang tersisa

Tapi apa mau dikata
Benteng sudah kehilangan tuah
Sang garuda beranjak tua
Tak dapat lagi terbang tinggi
Dan kucing tetangga
Tumbuh menjadi harimau buas
Menerkam dengan ganas
Koyaklah garuda diujung taringnya
Hilang sudah kebanggaannya
Tak ada lagi yang tersisa
Semakin sesak dadanya
Semakin sakit hatinya







Tidak ada komentar:

Posting Komentar