Tetaplah terluka


Ujung timur tebet, 10 Desember 2019

Kawan,
Aku tak sedang ingin menghiburmu. Atau menasihatimu dengan kalimat bijak tentang bagaimana memaknai kekalahan. Bahkan aku tak ingin kau mendengar mulut-mulut manis yang merayumu untuk percaya bahwa kau telah berjuang dan hanya kurang beruntung. Bahwa kau masih muda, masih punya banyak kesempatan. Bahwa kau tak perlu bersedih karena kau tetap membanggakan. Bahwa itu hanya sekeping emas. Jangan percaya!

Kawan,
Kau telah berjuang adalah fakta begitu juga bahwa kau telah kalah telak dalam peperanganmu. Kekalahanmu bukan karena kurang beruntung tetapi karena kurang angka dibanding lawanmu. Kau memang masih muda tapi umur siapa yang tahu. Apakah kesempatan masih sempat menemuimu. Bersedihlah sebagai tanda kau punya malu, sebagaimana samurai yang kehilangan hormat karena kekalahan. Dan bukan sekedar sekeping emas yang gagal kau peroleh, tapi sekeping kehormatan.

Kawan,
Biar ku tambah lukamu dengan kata-kataku tadi. Karena aku ingin kau tetap tersakiti. Karena aku tak ingin kau sembuh. Aku ingin lukamu tetap menganga. Agar perihnya membuatmu tetap terjaga, membuatmu berlari lebih cepat, menendang lebih keras. Biarlah dendam terpelihara, menjadi kesumat menunggu pelampiasan pada setiap kesempatan. Biarlah sakitmu semakin akut hingga kehormatan menjadi satu-satunya obat penyembuh. Biarkan sakit, perih, sedih menghilangkan seluruh nafsu kecuali syahwat menjadi pemenang.

Kawan,
Aku bukan tak ingin kau bangkit hanya ingin kau tetap sakit.

1 komentar: