Ujung timur tebet, 29 Agustus 2019
Baiklah. Mungkin aku harus mulai bertanya kenapa dan memikirkan jawabannya. Menyediakan waktu untuk merenunginya dengan sungguh-sungguh. Mengarahkan perhatian untuk serius mencari jawaban dan kesimpulan.
Untuk hal seserius dan sesulit ini sebaiknya pertanyaan yang diajukan juga harus serius dan penting. Tidak sekedar soal kenapa kita belajar fisika, kimia, biologi, matematika integral dan diferensial. Tapi sesuatu yang lebih substansial.
Kenapa ada aku di dunia? Kenapa aku harus ada? Kanapa aku dilahirkan?
Itulah pertanyaan kenapa yang harus dijawab. Pangkal dari semua pertanyaan. Inilah maha pertanyaan yang membutuhkan maha jawaban. Setelahnya sepertinya tidak terlalu penting. Setelahnya pastilah hanya turunannya dan atau haruslah berkaitan dengannya.
Takdir Tuhan. Mungkin aku bisa menjawabnya demikian. Tapi sepertinya itu terlalu mudah untuk menjadi maha jawaban. Kalau lah itu sang maha jawaban, maka akan sangat mubazir Tuhan menciptakan otak yang begitu kompleks dengan berbagai fungsi emosi, imajinasi dan kognisi. Maka mari gunakan otak pemberian Tuhan untuk memikirkan jawabannya.
Pertanyaan ini memang sulit dijawab. Apalagi aku tidak punya peran dalam proses kelahiran. Bahkan peran bapak dan ibuku hanya sebatas menjadi penyebab munculnya kemungkinan kelahiranku pada saat memuaskan birahi. Tapi aku punya peran besar dalam menentukan akhir dari hidupku. Karena aku pemegang pena atas cerita hidupku. Maka dengan berhusnudzon bahwa akhir hidup adalah sama dengan alasan kita diciptakan, maka menjawab pertanyaan siapa aku diakhir hidup atau bagaimana aku akan mengakhiri hidup sama dengan mendapatkan maha jawaban dari maha pertanyaan di atas tadi. Dan tentu pertanyaan siapa dan bagaimana lebih mudah dijawab oleh aku yang lebih terbiasa untuk berpikir deskriptif dan naratif.
Siapa aku di akhir hidupku? Bagaimana aku di akhir hidupku?
Dibawah inilah jawabnya.
Aku ingin mengakhiri hidup sebagai orang yang memiliki arti bagi banyak orang. Memiliki arti karena manfaat yang kuberikan, karena ilmu yang kuberikan, karena kebaikan yang kuberikan. Sekedar menjadi pijakan kecil bagi orang lain untuk mencapai cita-citanya. Sekedar menjadi canda ringan bagi orang lain untuk tertawa bahagia. Sekedar menjadi modal receh bagi orang lain untuk meningkatkan kesejahteraannya. Aku ingin menjadi sebab kecil dari kebahagiaan orang lain.
Aku ingin mengakhiri hidup dengan senyum diantara kesedihan ribuan orang yang akan merindukanku. Rindu akan arti yang pernah kuberikan kepada mereka. Biarkan itu menjadi nisan dari kuburku.
Maha jawaban. Di titik ini, sepertinya harus kuyakini itu sebagai maha jawaban. Maha alasan atas keberadaanku. Oleh karenanya ia akan menjadi fundamen dan ukuran dari tiap tindakan yang aku lakukan. Bertentangan dengannya berarti pengkhianatan atas tujuan Tuhan menciptakanku. Apapun itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar