Ujung timur tebet, 27 April 2011, 00.15WIB
Aku ingin bicara tentang aku. Tapi kudapati aku diam membisu. Sama seperti waktu lalu di hari ulang tahunku ketika aku mencoba menulis tentang aku. Tak sebaris kalimat pun mampu bercerita tentang aku. Penaku kaku di ujung jemariku. Apakah demikian sulit mencari kata-kata yang mewakili aku. Sama seperti senja itu saat aku akan melukis aku. Kuasku enggan menyapu kanvas. Tidak adakah warna yang merepresentasikan aku. Betapa sulit aku menyajikan aku. Dalam kata, dalam bahasa. Dalam warna dalam gambar. Begitu rumitkah aku. Atau tak kenalkah aku akan aku. Tahukah aku siapa aku. Pernahkah aku memikirkan aku. Adakah aku seperti aku.
Dia bukan aku. Sepertinya tak pula mengenalku. Dia tidak bersama aku. Berada di luar aku. Tapi tanyalah dia tentang aku. Tak berhenti mulutnya bicara tentang aku kecuali sudah basah berbusa-busa. Berbaris-baris kalimat dia bercerita tentang aku. Seperti kata dia adalah benarnya aku. Berlembar kanvas beraneka warna hasil gambarnya soal aku. Seolah lukisannya adalah benarnya aku. Maka aku adalah apa yang disajikanya. Dalam katanya, dalam bahasanya. Dalam warnanya,dalam gambarnya.
Sedang mereka yang ingin mengenalku tak lagi membutuhkanku. Tak perlu lagi mendekatiku, menyapaku, menanyakan namaku, kapan ulang tahunku, dimana tempat tinggalku, apa kesukaanku, cita-citaku, pekerjaanku, apa yang membuat aku marah, dan apa yang membuatku gembira, siapa istriku, ibuku, bapakku dan lain-lain tentang aku. Karena dia telah menjadi saksi terpercaya atas aku. Dan mereka menghakimiku dengan kesaksiannya. Aku menjadi hilang kecuali atas kehendak dia.
Hari ini betapa ingin aku bicara tentang aku. Karena aku adalah kuasaku dan bukan yang lain. Tapi masih kudapati aku diam membisu. Tak bisakah aku bicara tentang aku. Tak mampukah aku menulis aku. Tak sanggupkah aku melukis aku. Tak tahukah aku akan aku. Pernahkah aku memikirkan aku. Adakah aku seperti selayaknya aku. Aku ingin aku seperti aku. Bukan aku seperti dia atau mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar