Ujung timur tebet, 29 Oktober 2021
Ada orang yang enggan bicara namun terpaksa juga banyak bicara. Kata-katanya bernas, lugas. Menyejukkan dan menenangkan. Menyenangkan. Tidak berlebihan. Tulus terdengar di telinga hati. Pada orang semacam ini aku menaruh kagum. Atas ketinggian budi dan kerendahan hati.
Ada orang yang senang bicara tanpa perlu dipaksa. Bicaranya banyak. Ramai orang datang padanya. Tanyalah dia soal apa saja niscaya panjang lebar dia terangkan. Mintalah pendapat tentang soalan hidup niscaya bijaksana dia nasihati. Pada orang seperti ini akupun menaruh kagum. Atas keluasan wawasan dan pengetahuan.
Ada orang yang senang lagi pandai bicara. Bicaranya manis. Kalimat-kalimatnya bersayap. Dihiasi bunga-bunga kata. Terkagum-kagum dibuatnya. Laki maupun perempuan. Tua lagi muda. Semua senang mendengarnya. Pada orang ini aku kagum atas keluwesannya bergaul dan kepandaiannya merangkai kata.
Ada pula orang yang senang berbicara sekedar bicara. "Bicara maka aku ada", begitu pula pikirnya. Baginya bicara adalah soal menampilkan diri. Bicara adalah etalase. Tempat diri dipamerkan. Capaian-capaian membanggakan. Pada orang ini aku pula menaruh kagum, atas kepercayaan diri yang luar biasa.
Sedang aku memang jarang bicara. Walaupun kadang terpaksa juga. Namun bukan karena ketinggian budi pekerti atau kerendahan hati. Tapi lebih karena kedangkalan wawasan dan pengetahuan. Karena tidak pula pandai bergaul dan merangkai kata. Karena memang tidak ada yang patut dibanggakan.
Oleh sebab itu, aku terpaksa percaya bahwa diam itu emas.
Video dari youtube (enjoy the silence - depeche mode)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar