Ujung timur tebet, 29 Desember 2020
Belakangan. Aku mulai ragu soal kebenaran. Dari apa-apa yang tersaji di hadapan. Kata teman, kebenaran hanya milik Tuhan. Sedang Tuhan saja kadang diperdebatkan. Lantas bagaimana kalau datangnya dari ucapan lisan, tulisan koran, atau ocehan si fulan.
Meragukan. Katanya jangan lihat siapa yang mengatakan, tapi apa yang dikatakan. Bualan. Sejatinya kata jadi benar karena percaya. Terutama, kepercayaan pada si fulan yang berucap. Tanpa percaya kata berlalu ditiup angin.
Kepercayaan. Ini yang hilang belakangan. Hinggi sinis menyelimuti pikiran. Terlalu banyak citra yang ditampilkan. Namun ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Perlakuan yang dirasa tak sejalan dengan ucapan.
Arogan. Mungkin orang sudah bosan. Tampilan mu sudah terlalu kusam, kawan. Kau tidak perlu teori untuk jadi sandaran. Tidak perlu berteriak lebih lantang. Tidak perlu ratusan, ribuan, bahkan jutaan pembela untuk bertahan. Apalagi memaksa dan memenjarakan yang berseberangan.
Karena benar bukan sekedar selera. Untuk benar, butuh dipercaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar