Bodoh



Bandung, 28 Juni 2024

Bodoh sekali aku yang mengira dia ada di sana. Di dalam hutan. Di atas gunung. Jauh di pelosok sepi. Bodoh sekali mengira bahwa dia bisa ditinggalkan di sini. Di dalam lemari. Di atas meja. Di antara hiruk pikuk keramaian. Bodoh sekali baru sekarang disadari. Sejatinya dia di dalam diri. Pantas saja dia tidak pernah pergi. Aku begitu erat memiliki. Pantas saja dia tidak pernah hadir. Aku tidak menyediakan ruang. Bodoh sekali aku yang terus melihat keluar, jauh di seberang sedang terhalang dari yang berdiam di dalam. Bodoh sekali aku menghabiskan energi mengejar yang berjarak sedang lalai pada yang melekat. Tapi mungkin begitu kodratku. Kuterima bodohku. Karenanya sekarang aku tahu kemana mencari kodratku. Aku bersyukur atas bodohku. Karenanya aku belajar. Aku belajar untuk memberi ruang, menerima juga melepas. Aku belajar untuk menikmati yang ada, tidak menggerutu atas yang tidak ada dan tidak menyesali yang hilang. Aku belajar untuk tidak menilai, menghakimi, apalagi menghukumi karena diri yang bodoh ini tidak cukup memiliki keadilan. Aku belajar untuk juga tidak peduli dengan bagaimana orang menilai ku, menghakimi dan menghukumi. Aku belajar untuk setia pada tujuan dan kehendak Tuhan. Aku belajar memahami aku.


Video diambil dari youtube (the cause - NOFX)

Part of HisStory


Depok, 11 Februari 2024

Jadilah bagian dari sejarah. Sejarah siapa? Kataku. Sejarah bangsa ini. Rasanya aku tidak bisa percaya. Jangan paksa aku untuk percaya. Bilang saja bagian dari sejarah hidup mu. Itu aku lebih percaya. Aku enggan jadi bagian dari sejarah mu. Kenapa pula aku harus jadi bagian, harus ambil bagian. Apakah ceritamu adalah ceritaku. Itu aku sangsi. Aku lebih ingin menulis cerita ku sendiri. Aku mau sejarahku sendiri.

Jadilah bagian perubahan. Perubahan apa? Kataku. Perubahan yang lebih baik. Rasanya aku  ragu. Jangan paksa aku untuk yakin. Bilang saja bagian dari pergantian. Ini aku lebih yakin. Karena itu aku tidak ingin ambil bagian. Kenapa pula aku harus percaya bahwa berganti berarti lebih baik. Ujungnya aku pasti tidak akan kebagian. Jadi, lebih baik aku cari bagian ku sendiri. Kebaikan ku sendiri.

Jadilah bagian yang menentukan. Menentukan apa? Kataku. Menentukan arah bangsa. Ah, memang kemana kau akan menuntun ku. Arah mana yang dituju. Lagipula, apakah aku bisa mempercayaimu. Apakah kau tidak akan khianat. Aku tak punya cukup keyakinan bahwa arah tujumu tidaklah sesat. Apakah kau akan menjadikanku selamat, dunia lagi akhirat.

Tapi tak usah kau menghujatku. Soal aku yang apatis. Soal aku yang egois. Soal aku yang congkak. Soal bagaimana aku akan diminta pertanggungjawaban di pengadilan Tuhan. Soal kemana aku berpihak. 

Aku memang tidak berpihak. Tapi bukan berarti aku tidak memilih. Aku akan tetap memilih. Dan tahukah kau, aku akan memilih kau. Ya, aku akan pilih kau. Bukan karena aku menyukaimu. Hanya saja aku lebih tidak suka yang lain. Bukan karena aku percaya dengan mu. Tapi aku lebih tidak percaya dengan yang lain. Mudah-mudahan Tuhan memberikan ku ampunan atas pilihanku.





Video diambil dari youtube, Scorpion - Wind of Change

Berangkatlah, Nak!


Mampang - Depok, 27 November 2024

Berangkatlah, Nak. Memang tidak nyaman. Tapi begitulah hidup. Tidak pernah selalu nyaman. Tidak perlu risau. Alam sedang mengajarkanmu cara bertahan dan adaptif dalam setiap keadaan.

Berangkatlah, Nak. Tidak usah hiraukan beban di atas badan. Pastilah berat. Tapi begitulah hidup. Tidak pernah ringan. Tidak perlu mengeluh. Alam sedang mengajarkanmu kesabaran memanggul beban dan tanggung jawab.

Berangkatlah, Nak. Memang letih panjang perjalanan menuju puncak. Namun demikan pula hidup. Selalu panjang dan melelahkan. Tidak perlu khawatir. Alam sedang ajarkan kau keteguhan dan ketekunan meraih cita-cita.

Berangkatlah, Nak. Nikmati indahnya puncak. Namun tidak perlu bersedih saat harus kembali turun. Alam sedang mengajarkanmu bagaimana menghargai kenangan, belajar darinya dan bersiap bangkit kembali.

Berangkatlah, Nak. Belajarlah pada Alam, kampus besar nan megah ciptaan Tuhan. Belajarlah dengan sungguh-sungguh. Belajarlah tentang kehidupan, moga semakin bijak dan dewasa setelahnya. 

Berangkatlah, Nak. Bapak tunggu di rumah.




Benar-benar Baik

Mina, 12 Dzulhijjah 1444

Katanya, dulu haji punya pengaruh besar bagi negeri ini melalui mereka yang pulang dari melaksanakannya. Katanya, semangat persatuan memperjuangkan kemerdekaan muncul dari mereka para hujjaj. Muhammadiyah yang turut andil dalam kebangkitan bangsa lahir dari seorang haji yang mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Tak terkira pula peran KH Hasyim Asy'ari, seorang kyai haji, melalui Nahdhatul Ulama dalam proses kemerdekaan. Sebutlah lagi tokoh-tokoh bangsa yang lain: Buya Hamka, Agus Salim, Tjokroaminoto, semuanya adalah seorang haji.

Memang, begitulah haji seharusnya punya dampak positif, bukan hanya buat yang melaksanakan tapi juga buat sekitarnya. Karena haji sejatinya adalah proses transformasi. Karena haji sejatinya menginspirasi. Karena haji sejatinya membebaskan. Oleh sebab itu, mereka yang berhaji, sepulangnya dari tanah suci ruhnya akan bergelora dengan semangat untuk selalu berbuat kebaikan. Kepalanya dipenuhi pikiran untuk menciptakan karya-karya kebaikan nan penuh manfaat. Dirinya terbebas dari belenggu yang menahannya untuk berbuat kebaikan. Tidak ada yang lahir dari seorang haji selain kebaikan, dan hanya kebaikan, bagi dirinya maupun orang lain.

Begitulah haji yang benar. Dia tidak hanya ditandai oleh ditunaikannya seluruh rangkaian agenda perjalanan di tanah suci. Dia tidak juga dikukuhkan dengan sekedar menyematkan gelar haji di depan nama atau dijadikan nama panggilan. Bagi mereka yang benar-benar berhaji, sekedar melaksanakan tidaklah cukup, sekedar gelar tidaklah penting. Karena selesai melaksanakan tidak berarti apapun. Karena gelar tidak membuktikan apapun. Haji yang benar dibuktikan dari perubahan pada diri menjadi lebih baik. Dikukuhkan dengan karya-karya kebaikan. Dan diabadikan dengan manfaat besar yang dirasakan oleh sekitarnya.

Maka percumalah berhaji berkali-kali kalau tak punya bekas pada akhlaknya, pada pikiran dan perbuatan. Tetap tidur pulas ketika tetangga merasa lapar. Larut dalam panjang ibadah namun tetap berlaku jahat. Terang-terangan atau sembunyi menyuka maksiat. Doanya selalu tentang dirinya tak ingat orang lain. Maunya menang sendiri, tak ada manfaat dibagi dan dirasa. Iri, dengki, sombong masih menghias hati.

Haji, jika benar, mungkin cukup sekali saja.  Namun selepasnya menjadi indah akhlak yang mengerjakannya. Menjadi jernih pikirannya. Baik budinya kepada sesama. Peka hatinya pada lingkungan sekitarnya. Kuat ikhtiarnya mengekang hafa nafsunya untuk bermaksiat. Bermanfaat bagi sekitarnya. Rendah hati, ikhlas, dan sabar memenuhi hatinya.

Begitulah seharusnya haji. Maka berdoalah agar Allaah jadikan kita haji yang benar. Haji yang menjadikan kita diri yang lebih baik, yang senantiasa menghantarkan kebaikan, agar banyak orang dapat merasakan kebaikan.

Ya Allaah, cintailah kami karena menjadi orang-orang yang berbuat kebaikan. Jadikan kami orang-orang yang diingat manusia karena kebaikan yang kami buat.


Ini Soal Hati




Mekkah menjelang arafah, 4 dzulhijjah 1444


Haji itu soal hati walau prosesnya sangat melibatkan fisik. Tawaf, sai, wukuf, jumroh semuanya sangat fisikal. Tapi apalah makna aktivitas-aktivitas tersebut kalau dilihat kasatnya saja. Apalah ia kalau hanya sekedar jasad yang terlibat. Apalah ia kalau hanya hidup dari logika dalam otak. Tentulah hanya lelah dan penat di sekujur otot badan. Hanya riuh dan bising menggedor gendang telinga yang menyesak rongga kepala. Hanya kumpulan kata-kata dirapal bak mantra tak bermakna. Dan akhirnya semua menjadi sia-sia tanpa guna.

Sesungguhnya haji bermula dari hati, dan jauh dari sebelum kaki menginjak tanah suci. Ia bermula ketika rindu membuncah di dalam hati untuk bertemu Allaah rabbul izzati. Ketika harap mendapatkan kesempatan berupa jatah kuota memenuhi ruang kalbu. Ketika sabar membungkus ikhtiar kita memenuhi ONH. Ketika hati pasrah menyerahkan semuanya karena Nya. Bukankah haji adalah memang harusnya karena Allaah semata. Maka mulalah dengan niat lurus dan ikhlas karena Allaah. 

Ibadah haji adalah syiar Allaah. Ia dipenuhi simbolisasi atas penghambaan kepadaNya. Lambang pertemuan  seorang hamba yang rendah dengan Tuhannya yang Maha Agung. Inilah substansi yang jauh berada di belakang yang terlihat, terdengar, terucap, tercium dan teraba indera. Hanya mereka yang telah mempersiapkan hati yang dapat menelusur jauh ke dalamnya. Bukankah hanya hati yang bersih yang dapat menerima ayat-ayat Allaah. Bukankah hanya hati yang bersih yang dapat berisi nama-nama Allaah. Bagaimana mungkin hati yang kotor dan penuh penyakit bisa menerima yang suci. Mana mungkin yang Maha Suci berkenan hadir di dalam hati yang demikian. Maka tanpa hati yang bersih, lurus dan ikhlas, haji mungkin sekedar perjalanan wisata atau ziarah ke tempat bersejarah. 

Haji adalah soal hati, bermula dari hati, dan sejatinya berakhir dengan hati. Maka telisiklah bagaimana hatimu setelah puluhan putaran tawaf, ratusan rakaat sholat, ratusan langkah sai, ribuan kalimat dzikir dan doa sepanjang arafah. Adakah dia semakin bersih. Adakah ia semakin condong kepada Tuhannya. Adakah ia semakin cinta kepadaNya. Adakah ia semakin ikhlas, sabar dan tawakal. Adakah ia semakin taqwa. Atau justru sebaliknya. 

Haji dengan sepenuh hati akan memberikan dampak kepada hati. Maka, hadirkanlah hati pada setiap putaran tawaf, langkah sai, sujud dan rukuk, dzikir dan doa, atau sekedar pada pandangan ke arah kabah. Insya Allaah dengannya bergetar hati tanda DiriNya hadir mengisi relung hati. Berrtambahlah keimanan dan keyakinan. Maka dengan begitu kau telah bertemu dengan Tuhanmu. Saat itu sempurnalah haji. 

Ah, tapi rasa-rasanya hati ini masih jauh dari pantas. 

Ya Allaah, sempurnakan haji kami dengan mendapatkan hati yang bersih dan tenang, hati yang condong kepadamu, hati yang Engkau ridhoi. Masukanlah kami kedalam golongan hambamu yang diganjar syurga.



Video dari youtube (Sesungguhnya - Raihan) 

Selamat tinggal


Ujung timur tebet, 12 November 2022

Bicaralah
Tak akan ku bantah tidak pula ku sanggah
Walau kata telah bergumul di ujung lidah
Akan kutelan ia bersama ludah yang melarutkan resah
Kesahmu tak akan buatku gelisah
Tak perlu sungkan 
Ku tahu betul memang kau tak akan
Aku akan dengar dengan seksama
Semuanya
Tiap kata, kalimat dan cerita
Entah benar entah salah
Entah khayal entah nyata
Akan kubiarkan mereka percaya
Seperti halnya pada hikayat dan legenda berdalil beribu katanya
Karena kupikir kau memang butuh hidup dalam cerita
Sebab kau hanya ada dengan berlandas katanya
Jadi biarlah bualmu kumampatkan saja dalam telinga
Bukan perkara yang luar biasa
Toh sebentar mereka pasti lupa
Dan ketika akhirnya cerita singkatmu tamat
Yang tinggal hanya memori samar 
bahwa katanya kau pernah ada. 
Atau jangan-jangan mereka tak pernah benar-benar percaya. 





Video diambil dari youtube (impresi - PAS) 

Siapa tahu, sampai ketemu


Ujung timur tebet, 20 Oktober 2022


Apa bisa kita sudahi saja. Aku tidak lagi bisa bermanis muka. Lelah juga berpura-pura. Serapah. Kuat-kuat kutahan di pangkal lisan. Sementara pahit terpaksa juga kutelan. Muak. Mual. Padahal ingin sekali kumuntahkan. Entah pada siapa. Atau biarlah saja nanti menjadi isi jamban. Percuma. Citra. Tak bisa lagi kupertahankan. Maka biarkan semua kutanggalkan. Dengan begitu. Aku akan kembali aku. Biarlah cela. Bukan pula engkau yang tentukan harga. Kenapa juga tiba-tiba peduli. Dimana dulu ketika dicari. Tapi sudahlah. Tidak perlu cari siapa yang salah. Timpakan saja semua padaku. Aku sama sekali tak keberatan. Biarlah ini jadi tanggunganku. Terakhir kali. Setelahnya aku akan berjalan. Sendirian. Di jalan yang kupilih. Dengan tujuan yang ku tentukan. Sendiri. Bukan kau. Bukan dia. Biarlah hina. Aku pun nanti biasa. Akhirnya pasti sirna jua. Ketika datang lupa. Kau juga belum tentu mulia. Surga. Barang tentu kita berharap kelak bertemu di sana. Tapi siapa yang bisa jamin. Jangan-jangan. Bersama kita justru menghuni neraka. Siapa sangka. Siapa tahu. Maka, sampai ketemu. 



Video diambil dari youtube (in the garage - weezer)